Perusahaan teknologi keuangan asal Asia, Digiasia Corp., yang terdaftar di bursa Nasdaq dengan kode saham FAAS, mengumumkan rencana strategis untuk membentuk cadangan Bitcoin senilai hingga $100 juta. Rencana tersebut akan memanfaatkan sebagian besar dari laba bersih perusahaan dan menandai pergeseran signifikan dalam strategi manajemen treasury ke arah aset digital.
Langkah ini merupakan bagian dari upaya Digiasia untuk memperkuat neraca keuangannya di tengah meningkatnya volatilitas ekonomi global dan ketidakpastian nilai mata uang fiat.
Komitmen 50% dari Laba Bersih untuk Bitcoin
Dalam pernyataan resminya, Digiasia menyebutkan bahwa perusahaan berniat untuk mengalokasikan hingga 50% dari laba bersihnya untuk mengakumulasi Bitcoin sebagai bagian dari cadangan treasury jangka panjang. Ini merupakan strategi jangka menengah dan panjang yang, menurut manajemen, bertujuan untuk memanfaatkan potensi pertumbuhan nilai aset digital serta menjadikan Bitcoin sebagai pelindung nilai terhadap inflasi dan risiko sistemik.
Digiasia merupakan salah satu penyedia layanan Fintech-as-a-Service (FaaS) terkemuka yang melayani berbagai segmen termasuk pembayaran digital, teknologi perbankan, dan integrasi layanan keuangan di kawasan Asia Tenggara. Dengan rencana ini, perusahaan menunjukkan bahwa sektor fintech mulai memandang aset kripto sebagai instrumen strategis dalam pengelolaan aset korporat.
Saham FAAS Melonjak Nyaris Dua Kali Lipat
Pasar bereaksi sangat positif terhadap pengumuman ini. Saham Digiasia tercatat melonjak hampir 100% hanya dalam beberapa hari setelah pengumuman rencana investasi Bitcoin tersebut. Lonjakan tajam ini menandakan meningkatnya kepercayaan investor terhadap arah baru yang diambil oleh perusahaan, terutama dalam konteks penguatan tren adopsi aset digital oleh institusi.
Kenaikan harga saham juga mempertegas bahwa strategi manajemen treasury yang adaptif terhadap teknologi baru seperti kripto dianggap sebagai nilai tambah oleh pemodal.
Mengikuti Jejak Perusahaan Publik Global
Digiasia bukan satu-satunya perusahaan publik yang masuk ke ranah ini. Menurut data dari situs BitcoinTreasuries.net, hingga pertengahan Mei 2025, perusahaan-perusahaan publik secara kolektif memegang lebih dari $83 miliar dalam bentuk Bitcoin, menempatkan mereka sebagai pemegang institusional terbesar kedua setelah dana ETF kripto.
Beberapa perusahaan besar, seperti MicroStrategy, Tesla, dan Square, telah lebih dulu mengakumulasi Bitcoin sebagai bagian dari diversifikasi neraca keuangan mereka. Kini, perusahaan fintech berskala menengah seperti Digiasia mulai mengikuti jejak yang sama.
Bitcoin sebagai Pelindung Nilai Modern
Laporan dari Fidelity Digital Assets pada tahun 2024 menyebutkan bahwa Bitcoin kini dipandang sebagai aset lindung nilai yang kredibel terhadap pelemahan mata uang, defisit anggaran pemerintah, dan ketegangan geopolitik. Di tengah meningkatnya tekanan inflasi dan fluktuasi nilai tukar, perusahaan-perusahaan yang mampu beradaptasi dengan realitas baru pasar keuangan global memiliki peluang lebih besar untuk bertahan dan tumbuh.
Digiasia tampaknya mengambil posisi di garis depan perubahan ini, menunjukkan bahwa bahkan perusahaan-perusahaan fintech dari kawasan Asia pun kini siap mengambil bagian dalam ekonomi digital berbasis blockchain.
Rencana Digiasia untuk mengalokasikan hingga $100 juta ke dalam cadangan Bitcoin mencerminkan perubahan signifikan dalam tata kelola keuangan korporat modern. Tidak hanya memperkuat posisi perusahaan dalam menghadapi volatilitas makroekonomi, keputusan ini juga menjadi preseden bagi perusahaan fintech lainnya yang mempertimbangkan langkah serupa.