Paolo Ardoino, CEO dari Tether, perusahaan stablecoin terbesar di dunia, baru-baru ini menyatakan bahwa perusahaannya tidak memiliki rencana untuk melakukan penawaran umum perdana (IPO), meskipun para analis pasar memberikan valuasi luar biasa besar terhadap perusahaan ini, bahkan melebihi beberapa raksasa korporat global.
Pernyataan ini disampaikan Ardoino hanya beberapa hari setelah perusahaan pesaing, Circle, berhasil melantai di bursa New York Stock Exchange (NYSE). Sementara langkah Circle dianggap sebagai tonggak penting dalam legitimasi perusahaan stablecoin di pasar arus utama, Ardoino justru memilih pendekatan yang berbeda: mempertahankan posisi Tether sebagai perusahaan privat yang independen dan fleksibel.
Valuasi US$515 Miliar Dianggap “Bearish”
Dalam sebuah diskusi di platform media sosial X (sebelumnya Twitter), CEO Artemis, Jon Ma, memperkirakan valuasi Tether bisa menyentuh US$515 miliar apabila perusahaan tersebut go public. Angka tersebut akan menempatkan Tether di urutan ke-19 dalam daftar perusahaan terbesar dunia, tepat di atas nama-nama besar seperti Costco dan Coca-Cola.
Namun, Ardoino menanggapi dengan santai, bahkan menyebut angka itu “sedikit terlalu pesimis” (bearish) jika mempertimbangkan portofolio aset perusahaan, khususnya cadangan emas dan Bitcoin yang terus tumbuh.
“Mungkin agak bearish mengingat cadangan Bitcoin + emas kami yang terus meningkat, namun saya sangat rendah hati,” tulis Ardoino.
Cadangan Bitcoin dan Akuisisi Besar
Tether saat ini menyimpan cadangan besar dalam bentuk emas dan Bitcoin sebagai bagian dari strategi diversifikasi dan perlindungan nilai. Baru-baru ini, mereka mengalihkan lebih dari 37.000 BTC senilai hampir US$4 miliar ke dompet baru yang diasosiasikan dengan anak perusahaan yang mereka akuisisi: Twenty One Capital.
Akuisisi ini menjadikan Tether sebagai perusahaan dengan cadangan Bitcoin terbesar ketiga di dunia, setelah MicroStrategy dan Marathon Holdings. Langkah ini tidak hanya memperkuat neraca Tether, tetapi juga menegaskan posisinya sebagai kekuatan finansial di sektor aset digital global.
Mengapa Tidak IPO?
Meskipun perusahaan pesaing seperti Circle kini memasuki pasar modal publik, Ardoino tetap kukuh bahwa Tether tidak sedang dalam jalur IPO, setidaknya dalam waktu dekat. Ia menyebut bahwa sebagai perusahaan swasta, Tether memiliki keleluasaan strategis dan operasional yang tidak terbatasi oleh tekanan investor publik atau keharusan transparansi berlebihan.
Selain itu, Ardoino juga menyindir bahwa valuasi publik terkadang gagal mencerminkan nilai sesungguhnya dari perusahaan, terutama perusahaan yang asetnya berada dalam ekosistem kripto yang dinamis dan sulit dikalkulasi oleh model penilaian konvensional.
Pandangan Masa Depan: Valuasi Tether Bisa Tembus US$1 Triliun?
Beberapa tokoh terkenal di industri kripto, seperti Anthony Pompliano dan Jack Mallers, bahkan menyatakan keyakinan bahwa valuasi Tether bisa mencapai angka US$1 triliun di masa depan. Optimisme ini berasal dari fakta bahwa Tether tidak hanya mengelola stablecoin USDT, tetapi juga aktif dalam pembangunan infrastruktur blockchain, pendanaan startup, dan investasi global berbasis aset kripto.
Selain itu, Tether telah berekspansi ke sektor energi, kecerdasan buatan, dan riset data melalui anak perusahaan dan kemitraan yang belum banyak diketahui publik, menandakan ambisi perusahaan yang lebih luas dari sekadar penerbit stablecoin.
Paolo Ardoino menunjukkan bahwa Tether tidak tertarik mengikuti jejak IPO seperti Circle. Ia justru menyiratkan bahwa perusahaan lebih kuat dalam posisi privat, dengan cadangan aset yang kokoh dan strategi akuisisi yang agresif. Menyebut valuasi US$515 miliar sebagai “bearish” adalah pernyataan percaya diri yang mencerminkan optimisme jangka panjang terhadap kekuatan finansial Tether.
Langkah-langkah seperti pengumpulan cadangan Bitcoin, ekspansi ke sektor-sektor strategis, dan akuisisi perusahaan berbasis aset digital menegaskan bahwa Tether tengah membangun kerajaan Web3 dengan fondasi yang sangat besar—dengan atau tanpa restu dari bursa saham.