Senin, April 21, 2025
BerandaMarketStrategi ETF Paling Cuan 2025: Malah Bertaruh Ether Akan Turun

Strategi ETF Paling Cuan 2025: Malah Bertaruh Ether Akan Turun

Date:

Related stories

Senator Elizabeth Warren: Pemecatan Jerome Powell Bisa Guncang Pasar Keuangan Global

Senator Amerika Serikat Elizabeth Warren mengeluarkan peringatan keras terkait...

Investor Mulai Cermati Koreksi Harga Bitcoin, Tapi Masih Waspada Sampai $90.000 Jadi Level Dukungan

Meskipun kapitalisasi realisasi Bitcoin tembus rekor baru, sentimen pasar...

Pejabat Pakistan Peringatkan: “Opsi Nuklir” China di Perang Dagang Bisa Jadi Pedang Bermata Dua

Ketegangan antara Amerika Serikat dan China kembali memanas, kali...

Ethereum Dominasi Pendapatan dApp di Kuartal Pertama 2025, Kantongi Lebih dari $1 Miliar

Ethereum kembali menunjukkan posisinya sebagai tulang punggung dunia aplikasi...

4,5 Juta ETH Sudah Dibakar, Tapi Pasokan Masih Bertambah: Ethereum Hadapi Dilema Deflasi

Ethereum, salah satu aset digital terbesar di dunia, tengah...

Siapa sangka, strategi investasi paling untung sepanjang tahun 2025 justru datang dari mereka yang “melawan arus.” Alih-alih membeli dan menahan, dua ETF (exchange-traded fund) yang bertaruh bahwa harga Ethereum (ETH) akan turun malah menjadi jawara pasar tahun ini.

Menurut data dari Bloomberg Intelligence, ETF ProShares UltraShort Ether (ETHD) dan T-Rex 2X Inverse Ether Daily Target (ETQ) menjadi dua ETF dengan performa terbaik tahun ini, mencetak lonjakan masing-masing sekitar 247% dan 219%. Strategi mereka? Shorting ETH, alias menjual Ether dalam posisi berlawanan dengan pasar.

Kenapa Ether Anjlok?

Harga Ether sendiri telah turun drastis, sekitar 54% sejak awal 2025, menurut data Cointelegraph Markets. Penurunan ini tak lepas dari menurunnya daya tarik Ether sebagai aset investasi, terutama setelah peningkatan jaringan Ethereum yang disebut “Dencun”.

Meskipun upgrade ini ditujukan untuk menurunkan biaya transaksi—terutama bagi pengguna jaringan Layer 2 seperti Arbitrum dan Base—dampaknya malah menekan pendapatan jaringan. Biaya yang lebih murah artinya juga pemasukan yang jauh lebih kecil untuk Ethereum sebagai infrastruktur.

Menurut laporan Etherscan, pada akhir Maret 2025, Ethereum hanya berhasil memperoleh 3,18 ETH dari biaya transaksi yang berasal dari rantai Layer-2-nya. Angka ini sangat kecil dibandingkan masa-masa puncak sebelum upgrade, dan untuk bisa menyamai kembali pendapatan tersebut, volume transaksi di Layer 2 harus naik lebih dari 22.000 kali lipat, menurut analis Michael Nadeau dari The DeFi Report.

Apakah Ini Masalah Struktural?

Ethereum tetap menjadi jaringan blockchain dengan total value locked (TVL) terbesar, yakni sekitar $46 miliar, menurut data DefiLlama. Namun, rendahnya pendapatan dari biaya transaksi membuat banyak analis mempertanyakan keberlanjutan model bisnis jaringan ini, khususnya dalam monetisasi aktivitas pengguna.

Arndxt, penulis buletin “Threading on the Edge,” menyebut masa depan Ethereum sangat tergantung pada kemampuannya menjadi mesin ketersediaan data yang efisien untuk Layer-2, bukan lagi semata-mata sebagai penyedia infrastruktur utama transaksi.

Pasar Smart Contract Ikut Lesu

Bukan cuma Ethereum yang lesu. Laporan terbaru dari manajer aset VanEck menyebutkan bahwa aktivitas pengguna pada berbagai platform smart contract—termasuk Ethereum dan Solana—turut menurun selama kuartal pertama 2025.

Penurunan ini didorong oleh kondisi makro yang menekan, termasuk kekhawatiran pasar terhadap kebijakan tarif baru Presiden AS Donald Trump dan potensi perang dagang yang memicu kehati-hatian investor global.

Subscribe

- Never miss a story with notifications

- Gain full access to our premium content

- Browse free from up to 5 devices at once

Latest stories