Ketidakpastian pasar yang meningkat tajam justru memunculkan peluang baru bagi investor aset kripto. Salah satu indikator yang menarik perhatian baru-baru ini adalah lonjakan CBOE Volatility Index (VIX) — yang sering disebut sebagai “indeks ketakutan” — ke level ekstrem, mencatat angka 60 pada awal April 2025.
Lonjakan ini menandai sinyal volatilitas yang sangat jarang terjadi, dan menurut Dan Tapiero, CEO perusahaan investasi digital 10T Holdings, kondisi ini bisa menjadi petunjuk bahwa pasar tengah berada di titik terendah — membuka jalan bagi potensi kenaikan harga aset-aset berisiko seperti Bitcoin (BTC) dalam enam hingga dua belas bulan ke depan.
“Selama 35 tahun terakhir, lonjakan VIX ke atas 60 hanya terjadi lima kali, dan semuanya selalu diikuti oleh pemulihan harga aset berisiko,” ujar Tapiero melalui akun media sosialnya.
Pendapat tersebut turut diamini oleh Julien Bittel, Kepala Riset Makro di Global Macro Investor. Ia menyebut lebih dari 55% saham Nasdaq 100 saat ini dalam kondisi oversold (terjual berlebihan), dengan indikator RSI 14-hari turun di bawah 30. Menurutnya, situasi ini hanya pernah terjadi sebelumnya pada momen-momen krisis besar seperti jatuhnya Lehman Brothers tahun 2008 dan awal pandemi COVID-19 tahun 2020 — dan keduanya menjadi titik awal kebangkitan pasar.
Namun, tidak semua analis sepenuhnya optimis. Tony Severino, seorang analis teknikal, memperingatkan bahwa secara struktur harga, Bitcoin saat ini masih berada dalam pola bearish. Ia merujuk pada teori gelombang Elliott yang menunjukkan sinyal jual sejak Januari 2025, dan menurutnya korelasi Bitcoin dengan VIX masih belum cukup kuat untuk menjamin kebangkitan dalam waktu dekat.
Meski begitu, banyak pelaku pasar menilai sinyal volatilitas ekstrem seperti ini bisa menjadi kesempatan bagi investor jangka panjang. Pasar yang diliputi ketakutan sering kali menyimpan potensi keuntungan besar bagi mereka yang berani mengambil posisi saat ketidakpastian mencapai puncaknya.