Lebih dari 25 organisasi dan perusahaan kripto, dipimpin oleh Crypto Council for Innovation (CCI), mengajukan surat terbuka kepada Komisioner SEC Hester Peirce. Dalam surat tersebut, mereka mendesak Komisi Sekuritas dan Bursa AS (SEC) untuk mengeluarkan panduan regulasi yang jelas dan masuk akal terkait aktivitas staking aset kripto.
Apa Itu Staking dan Mengapa Diperdebatkan?
Staking adalah proses di mana pemilik aset kripto “mengunci” token mereka di jaringan blockchain untuk membantu mengamankan jaringan dan memvalidasi transaksi. Sebagai imbalannya, mereka menerima hadiah berupa token tambahan.
Namun, SEC dalam beberapa tahun terakhir mengindikasikan bahwa beberapa bentuk layanan staking mungkin dianggap sebagai kontrak investasi, yang berarti bisa diklasifikasikan sebagai sekuritas dan tunduk pada aturan ketat SEC.
Kelompok industri berpendapat bahwa:
- Staking adalah fungsi teknis, bukan produk investasi.
- Pemilik token masih mengendalikan aset mereka.
- Tidak ada ekspektasi keuntungan berdasarkan “upaya manajerial pihak ketiga” — kriteria penting dari tes Howey untuk sekuritas.
Permintaan kepada SEC
Dalam suratnya, kelompok ini mengajukan beberapa permintaan kepada SEC, termasuk:
- Menetapkan kerangka kerja prinsipil, bukan berbasis per kasus, untuk staking — mirip dengan pendekatan terhadap penambangan kripto.
- Mengakui staking sebagai fitur teknologi, bukan sekuritas finansial.
- Mendukung staking dalam ETP (Exchange-Traded Products), agar aset kripto seperti ETH bisa digunakan dalam produk investasi reguler tanpa kehilangan fungsi staking-nya.
Siapa Saja yang Terlibat?
Surat tersebut didukung oleh aliansi Proof of Stake (POSA), bagian dari CCI, yang mencakup pemain besar di sektor Web3 dan keuangan kripto:
- Andreessen Horowitz (a16z)
- Consensys, pengembang dompet MetaMask
- Kraken, yang sempat menghadapi tuntutan SEC atas layanan staking pada 2023
- Coinbase Cloud, dan lainnya
Konteks yang Lebih Luas
Industri kripto di AS saat ini menghadapi ketidakpastian hukum yang besar. Tidak ada panduan eksplisit dari SEC yang membedakan layanan staking ritel, staking non-kustodial, atau layanan validator mandiri dari entitas terdesentralisasi. Tanpa kejelasan ini, perusahaan menghadapi risiko penegakan hukum yang tidak terduga.
Beberapa perusahaan bahkan mempertimbangkan relokasi ke yurisdiksi yang lebih ramah kripto, seperti Uni Eropa atau Singapura.
Sinyal Positif
Menariknya, dalam surat tersebut, para penandatangan mencatat bahwa dalam 4 bulan terakhir mereka merasakan dialog yang lebih terbuka dengan SEC dibandingkan 4 tahun terakhir. Mereka berharap pendekatan yang lebih kolaboratif ini akan membuka jalan menuju regulasi yang cerdas dan seimbang.
Permintaan ini mencerminkan perjuangan sektor kripto AS untuk mendapatkan kepastian hukum di tengah perkembangan pesat teknologi blockchain. Tanpa regulasi yang jelas, inovasi berisiko terhambat, dan AS bisa kehilangan posisinya sebagai pusat teknologi Web3.